Yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter adalah
sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui
peredaran uang dan tingkat suku bunga. Kebijaksanaan ini ditempuh untuk
mengantisipasi pengaruh-pengaruh baik yang positif atau sebaliknya, dari
peredaran uang dan tingkat suku bunga yang berlaku di masyarakat. Hal
ini dapat dimengerti karena peran uang yang begitu vital dalam kehidupan
perekonomian suatu negara, begitu pula pentingnya tingkat suku bunga
yang dapat mempengaruhi pola kegiatan investasi di Indonesia.
Di dalam sistem perekonomian Indonesia, kebijaksanaan
moneter ini dijalankan oleh pemerintah di dalam mengatur perekonomian
melalui lembaga keuangan yang disebut dengan Bank Indonesia. Bank
Indonesia seperti halnya di negara-negara lainnya, adalah satu-satunya
bank sentral di Indonesia yang secara lebih rinci memiliki tugas :
1. Sebagai bank-nya pemerintah, dalam arti membantu pemerintah dalam
mengelola ( menyimpan dan meminjami ) dana pemerintah yang akan
dipergunakan untuk pembangunan.
2. Sebagai bank-nya bank umum, dalam arti akan membantu para bank
umum dalam kegiatan operasional dana yang dimiliki atau dibutuhkannya.
3. Sebagai lembaga pengawasan kegiatan lembaga keuangan, dalam arti
mengawasi produk-produk yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga
keuangan yang dapat mempengaruhi peredaran uang dan iklim investasi.
4. Bersama lembaga pemerintah terkait lainnya bertugas sebagai lembaga pengawas kegiatan ekonomi di sektor luar negeri.
5. Memperlancar kegiatan perekonomian dengan cara mencetak uang kartal ( kertas dan logam ).
Dilihat dari upaya yang ditempuh, kebijaksanaan moneter ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis kebijaksanaan moneter, yakni :
A. Kebijaksanaan moneter kuantitatif
Sesuai dengan namanya jenis kebijaksanaan moneter ini dijalankan
dengan mengatur uang beredar dan tingkat suku bunga dari segi
kuantitasnya. Kebijaksanaan jenis ini umumnya dijalankan dengan tiga
cara, yaitu :
Pertama, dengan melakukan operasi pasar terbuka, yakni dengan
memperjual-belikan surat-surat berharga ( SBI ) yang dimiliki oleh Bank
Indonesia, dengan harapan uang yang beredar akan menjadi lebih banyak
atau menjadi lebih sedikit sesuai yang diperlakukan dalam kegiatan
perekonomian di Indonesia. Proses operasi pasar terbuka ini dapat
dilihat dalam ilustrasi berikut :
ILUSTRASI 1
Dengan asumsi bahwa uang yang beredar di Indonesia suatu saat
dianggap terlalu banyak sehingga dikhawatirkan akan memacu timbulnya
spekulasi dan inflasi, maka Bank Indonesia memutuskan akan menarik
sebagian uang yang beredar dengan jalan menjual surat-surat berharga
yang masih dimilikinya. Untuk itu Bank Indonesia akan menjual surat
berharga senilai Rp 0,5 trilyun. Adapun data mengenai uang yang beredar
dapat dilihat dalam neraca konsolidasi semua bank umum sebagai berikut :
Cadangan min. 20 Investasi 70 Kredit 30 |
Tabungan Giral 100 Modal 20 |
120 |
120 |
Dari neraca konsolidasi tersebut terlihat uang yang beredar yang diasumsikan terlalu banyak ( tab. Giral Rp 100 trilyun ). Dan sesuai dengan ketentuan bank Indonesia sebagiam dari nilai tersebut harus dicadangkan, misalkan 20 % nya ( cad. Minimal Rp 20 trilyun ), dan sisanya dapat diinvestasikan atau disalurkan dalam bentuk kredit ke masyarakat.
Dengan kebijaksanaan Bank Indonesia yang menjual SBI senilai Rp 0,5 trilyun tersebut, uang beredar senilai Rp 100 trilyun tersebut dapat dikurang dengan proses sebagai berikut :
SBI tersebut akan dibeli oleh bank umum dengan menggunakan cadangan minimalnya, sehingga setelah itu cadangan minimalnya hanya tinggal Rp 19,5 trilyun. Nilai ini harus tetap merupakan 20 % dari nilai tabungan giral yang berhasil dicipta sebagai uang yang beredar. Dengan ketentuan tersebut maka tabungan giral yang kemudian diijinkan hanya sebesar Rp 97,5 trilyun ( 97,5 x 20 % = 19,5 ) yang berarti uang yang beredar dapat ditekan senilai Rp 2,5 trilyun ( 100 – 97,5 ). Dan neraca konsolidasinya menjadi :
Cadangan min. 19,5 Investasi 68 Kredit 30 |
Tabungan Giral 97,5 Modal 20 |
117,5 |
117,5 |
Dari peristiwa operasi pasar terbuka yang dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut dapat disimpulkan bahwa, dengan hanya menjual surat berharga senilai Rp 0,5 trilyun dapat dikurangi uang yang beredar sebanyak Rp 2,5 trilyun ( 5 kali lipatnya ). Dengan demikian jika dianggap bahwa uang yang boleh beredar (tab. Gira ) adalah hanya sebesar Rp 80 trilyun, maka Bank Indonesia harus menjual surat berharga senilai 4 trilyun ( {100-80/2,5} x 0,5 )
Di pihak lain, agar kebijaksanaan operasi pasar terbuka yang dijalankan Bank Indonesia tersebut berjalan sesuai harapan, maka perlu dipenuhi syarat-syarat dibawah ini :
A. Surat berharga yang akan diperjual belikan jumlahnya cukup. Sebagai contoh di atas, jika uang yang beredar akan dikurangi senilai Rp 20 trilyun, maka jumlah surat berharga yang harus tersedia untuk ditawarkan kepada masyarakat minimal harus masih ada senilai Rp 4 trilyun. Namun jika surat berharga yang dimiliki oleh Bank Indonesia hanya senilai Rp 2 trilyun, maka jumlah uang yang berhasil dikurangi hanya sebesar Rp 10 trilyun saja. Dengan kata lain tujuan Bank Indonesia dalam mengurangi uang yang beredar sebesar Rp 20 trilyun tersebut, gagal.
B. Bank umum tidak memiliki kelebihan dalam cadangan minimalnya. Jika dalam contoh di atas bank umum memiliki kelebihan cadangan minimal sebesar Rp 2 trilyun ( cadangan minimal menjadi Rp 22 trilyun ), maka kebijaksanaan operasi pasar terbuka Bank Indonesia juga akan gagal, karena secara matematika bank umum tetap dapat mempertahankan besar cadangan minimal yang diperlukan jika tabungan giral yang tercipta Rp 100 trilyun ( 100 x 20 % = 20 + kelebihan cadangannya tinggal Rp 1,5 trilyun )
Kedua , dengan merubah tingkat suku bunga diskonto. Cara kedua dalam kebijaksanaan moneter kuantitatif ini dilakukan sebagai alternatif atau pendukung dari cara operasi pasar terbuka. Tingkat bunga diskonto adalah tingkat suku bunga yang berlaku dalam transaksi moneter antara Bank Indonesia dengan bank umum. Proses dari cara ini adalah, jika dengan asumsi yang sama, bahwa agar uang yang beredar di Indonesia tidak terlalu banyak, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga diskonto. Dengan suku bunga diskonto yang tinggi maka bank umum tidak akan meminjam uang dari Bank Indonesia dengan jumlah yang banyak. Sehingga uang yang berada di bank umum juga menjadi sedikit, dan akibat selanjutnya uang yang tersalurkan ke masyarakat juga sedikit. Dengan demikian uang yang beredar tidak menjadi lebih banyak lagi. Akibat ini juga akan tercapai jika dengan suku bunga diskonto yang tinggi tersebut, bank umum lebih senang menyimpan uangnya di Bank Indonesia dari pada mengeluarkannya untuk masyarakat.
Ketiga, dengan cara merubah presentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum. Dengan menggunakan contoh ilustrasi 1 di atas. Telah dijelaskan jika bank umum memiliki kelebihan cadangan minimal, maka operasi pasar terbuka akan gagal. Jika ini yang terjadi maka Bank Indonesia masih dapat mengatasinya dengan cara menaikkan presentase wajib cadangan minimalnya menjadi 22 %, sehingga secara matematis nilai uang yang beredar ( tab. Giral ) tetap dapat dikurangi, meskipun tidak sebesar sebelum para bank umum tadi memiliki kelebihan cadangan minimal sebesar Rp 2 trilyun. Dengan cara ketiga ini, uang yang beredar dapat dikurangi sebesar Rp 2,3 trilyun ( 97,7 x 22 % = 21,5 ). Namun demikian cara inipun akan gagal jika bank umum kembali menetapkan/memiliki kelebihan cadangan minimal lagi.
B. Kebijaksanaan moneter kualitatif
Untuk lebih mensukseskan cara-cara kuantitatif di atas maka Bank Indonesia dapat melakukan kebijaksanaan moneter yang bersifat kualitatif ini. Yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter kualitatif ini adalah dengan mengatur dan menghimbau pihak bank umum/ lembaga keuangan lainnya, baik manajemennya maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat guna mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Sebagai contoh dalam ilustrasi 1, bank Indonesia akan menghimbau kepada manajemen bank umum untuk tidak memiliki kelebihan cadangan minimal yang telah ditetapkan. Disamping itu kebijaksanaan ini juga bertujuan untuk lebih mengawasi kegiatan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar tidak sampai merugikan masyarakat, bank umum itu sendiri sampai dengan perekonomian secara umum.
0 komentar:
Posting Komentar